Tradisi Teh Sore Ala Inggris


Tradisi meminum teh sore amat populer di Inggris, sebagai pengisi waktu sore sekitar pukul 15:00 sampai 17:00. Jika Italia terkenal dengan budaya minum kopi, maka Inggris minum teh — seperti di Cina Jepang, serta di Indonesia (khususnya Jawa).




Suasana minum teh bersama. (Sigit Adinugroho)Ketika berkunjung ke Singapura beberapa waktu lalu, saya mencoba melakukan teh sore ala Inggris ini. Tidak ada alasan spesifik kenapa harus di Singapura, hanya semata persoalan waktu luang dan rasa ingin tahu. Kebetulan saya bepergian dengan istri saya yang pecinta teh.

(Saya sendiri bukan peminum teh sejati, namun saya suka menikmati kualitas seremoninya.)

Ada beberapa tempat minum teh yang saya lirik hasil membaca rekomendasi di internet. Beberapa tempat itu adalah St. Regis Hotel, Fullerton Hotel, Marmalade Pantry, Raffles Hotel, Halia, dan beberapa tempat pilihan di Dempsey Rd. Masing-masing menawarkan pengalaman minum teh berbeda-beda, mulai dari yang benar-benar ala Inggris sampai kontemporer.

Setelah berpikir panjang kami memutuskan pergi ke Raffles Hotel, karena ia merupakan salah satu ikon pariwisata di Singapura, dan kami menilai teh sorenya lebih klasik.

Acara teh sore dilakukan di ruang khusus, terletak di lantai dasar di sebelah lobi, dan pada jam yang sudah ditentukan, yakni 15:30. Perlu diketahui tidak semua orang bisa langsung memasukinya tanpa reservasi, karena meja biasanya sudah penuh. Sekitar 15:20 kami sampai di lokasi dan antrean sudah panjang, sekitar 20 orang. Ada beberapa orang yang ditolak masuk karena belum reservasi dan tak ada meja kosong.

Pengunjung dikehendaki mengenakan busana yang rapi, walau kasual. Disarankan tidak mengenakan jeans. Pria sebaiknya mengenakan kemeja atau kaus berkerah dengan celana kasual rapi. Wanita disarankan mengenakan kemeja, gaun atau rok.

Ketika tiba giliran kami, petugas menanyakan nama dan menyesuaikan dengan daftar tamu.

Ruang yang kami datangi begitu megah dengan arsitektur dan interior bergaya kolonial. Lantai marmer, lampu chandelier, kursi kayu dan rotan dan peralatan makan yang mewah.

Kami ditanya ingin minum teh, kopi atau sampanye? Kami memilih teh, yang terdiri dari beberapa pilihan teh merek TWG seperti darjeeling, English breakfast, earl grey dan green tea. Kopi yang disajikan adalah kopi Illy.

Ada tiga jenis penyajian makanan dalam seremoni teh sore ini.



Three-tier stand, yang disajikan kepada kami. (Sigit Adinugroho)Yang pertama kami disajikan three-tier stand, tiga piring yang disusun dalam sebuah rangka besi. Dalam piring di bawah disajikan roti tawar tangkup dipotong segitiga berisi masing-masing telur, salmon, tuna, ayam kalkun dan timun. Dalam piring di tengah disajikan eclair, kue lemon meringue, dan muffin mini strawberry. Di piring teratas terdapat beberapa blueberry tartlet.

Kami juga ditawarkan scone, roti kecil yang berasal dari Skotlandia. Scone pada hari itu adalah menu yang paling kami suka. Rasanya sangat segar, seperti baru diangkat dari oven. Dilapisi dengan clotted cream atau selai stroberi semakin membuatnya sempurna.

Menu andalan lain adalah prasmanan yang menyajikan aneka pilihan makanan mulai dari yang asin, gurih, hingga manis. Makanan asin contohnya dimsum seperti tsu mai, vegetarian dumpling, dan meat bun. Bagian manis ada chocolate mousse cake, puding roti, serta apple crumble. Selain itu ada buah-buahan seperti buah naga, melon, semangka dan stroberi yang sudah direndam dalam air teh dan didinginkan.

Dengan menu seperti ini sudah tepat strategi kami untuk tidak makan siang karena pilihan-pilihannya sudah cukup banyak dan memuaskan.

Para pelayan bekerja telaten dan memastikan cangkir teh kami selalu penuh. Pengunjung bebas duduk sampai pukul berapa pun sebelum makan malam, namun prasmanan ditutup pukul 17:00.

Pengalaman teh sore ini menenangkan pikiran dan tubuh. Ia merupakan alternatif tujuan wisata kuliner yang patut dicoba di mana pun, termasuk Singapura.

Sigit Adinugroho mengisi blog perjalanan www.ranselkecil.com.

View the original article here


Category Article

Related Post